Lara dan Nama


Lara, adalah gadis yang tidak suka dipanggil dengan namanya sendiri. Balkon lantai 13 tempat ia berdiri saat ini menjadi saksi bagaimana kedua manik Lara meratapi hidupnya yang kini sama seperti namanya. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, anak-anak di kelas selalu meneriaki Lara. Tidak ada yang ingin berada di sampingnya karena mereka takut akan ikut bernasib buruk. Lara kerap kali protes dengan Bunda tentang semua yang dilaluinya. 

"Susah, nak. Kamu harus pergi ke tempat yang jauh sekali hanya untuk ganti nama. Bunda sibuk, gak bisa nemenin." Kalimat yang selalu Bunda lontarkan tidak pernah gagal membungkam Lara, dan membuatnya menangis seperti sekarang.

Lara baru saja bercerita kepada Bunda mengenai dirinya yang pada hari pertama masuk sekolah menengah atas, sudah membuat keributan hingga kepala sekolah harus turun tangan mengatasinya. Ia difitnah mencuri uang seniornya dan memandang rendah seorang guru yang menengahi mereka tadi. Belum lagi tatapan jijik ia dapatkan dari murid-murid di sekolah yang meyakini tuduhan atas dirinya tersebut adalah benar. Lara memang mengantongi pecahan dua ratus ribu rupiah di sakunya karena itu pemberian Bunda sebagai hadiah hari pertama masuk sekolah, biasanya ia tidak membawa uang sebanyak itu. Senior yang namanya bahkan tidak ia kenali, dengan nada tinggi meneriaki Lara dan mengacungkan jari ke depan wajahnya. Lara terkesiap dan membantah tuduhan itu berulang kali hingga seorang guru dengan postur yang tegap dan berkacamata memerintahkan mereka untuk berhenti. Singkatnya, Lara dan seniornya itu dibawa menuju ruang kepala sekolah dan diinterogasi. Lara yang sudah terlanjur kalah, mengikhlaskan seratus ribu miliknya diberikan kepada si senior guna mempercepat proses yang membuatnya sangat tertekan ini. Lara juga diminta menulis surat pernyataan bahwa dirinya menyesal telah melakukan hal yang bahkan tidak ia lakukan. 

Bunda yang mendengar itu hanya mampu geleng-geleng kepala. "Makanya jangan bawa uang sebanyak itu ke sekolah. Bunda sudah memperingatkan kamu tadi pagi, uangnya letakkan dulu di kamar. Lagipula kamu gak salah, kenapa gak bisa membela diri? Kalau itu Bunda, sudah habis seniormu itu." Lara sudah menduga respon itu, dan memilih pergi ke balkon daripada mendengar Bunda yang sedang menyudutkannya. Sepuluh tahun yang lalu, saat hal seperti ini terjadi kepada Lara, Ayah akan siap sedia menjadi pendengar keluh kesahnya. Ayah akan mengatakan hal-hal yang menenangkan hatinya. Ayah juga berlagak seolah-olah ingin membalas orang yang membuat Lara sedih. Lara rindu Ayahnya sekaligus kesal karena Ayah tidak menepati janjinya untuk selalu ada di sisi Lara. Ayah telah berpulang lebih dulu karena kecelakaan kerja yang menimpanya dan beberapa pekerja lain di pabrik. 

Balkon ini merupakan tempat paling tenang bagi Lara. Berada di balkon ini membuat ia bisa melihat semuanya dengan jangkauan pandang yang lebih luas. Hanya dari balkon ini pula ia mendapati sebuah sangkar burung kecil yang terletak pada jendela di gedung seberang. Lara yakin tidak ada yang menempati unit itu, sebab sangkar burung tersebut tidak pernah dibersihkan sejak dua tahun yang lalu saat pertama kali ia menemukannya. Waktu itu juga Lara sedang melarikan diri dari Bunda. Sangkar burung itu terlihat kokoh walaupun posisinya sangat berisiko untuk jatuh. 

Lara menatap lama sangkar burung tersebut. Samar dilihatnya tiga butir telur tentunya milik si burung putih yang tinggal di sangkar itu. Lara kadang memanggilnya Untung karena menurutnya burung itu sangat beruntung memiliki rumah untuk pulang di ujung hari. Lara ingin menjadi Untung yang bisa terbang bebas kemana pun ia ingin. Lara juga berharap Bunda bisa seperti Untung, menjaga ketiga butir anaknya yang bahkan belum ia kenali wajahnya dengan sangat baik.

¤¤¤

Sudah satu jam Lara di sini. Ia sengaja meletakkan beberapa buku di meja balkon beberapa hari lalu. Sebenarnya tidak sengaja, tapi ia bersyukur dirinya lupa, sehingga ia betah berlama-lama di sini. Manik lara sesekali melirik sekitar, dan rumah si Untung. Awalnya ia ragu, tetapi setelah dipasati benar saja, telur yang tadinya tiga kini tersisa dua di sangkar tersebut. Lara beranjak dari kursi dan mendekati ujung balkon yang dilapisi pagar teralis setinggi tulang rusuknya. Mendekat ia pada pegangan teralis, mendongakkan kepalanya jauh. Ia melihat sangkar itu, lalu ke bawah. Tinggi sekali... batinnya. Telur yang jatuh tadi sudah pasti hancur berantakan menghantam aspal di bawah. Seketika ia menangis, meyakini bahwa jatuhnya telur tersebut juga karena dirinya yang sial. 

"Harusnya aku gak usah memperhatikan kalian. Maaf Untung, karena aku kamu jadi kehilangan satu anak.." Tuturnya lirih. 

Lara mengusap air matanya yang menutupi pandangan. Sepasang manik itu menyusuri segala arah, kiri kanan, atas bawah, depan belakang. Tidak terlihat satupun orang di sana. Tanpa ia sadari, hujan juga telah turun rintik-rintik sejak tidak tahu kapan. Sedangkan, di seberang sana Untung baru saja terbang menjauhi rumahnya. Lara juga ingin terbang. Ia juga ingin tahu kemana saja Untung pergi. Ia ingin menyusul Untung untuk meminta maaf secara langsung. 

Lara melangkahi teralis di depannya, menapakkan kakinya di ujung balkon. Rintik-rintik hujan mendarat di beberapa bagian tubuhnya. Lara membentangkan sayapnya, ia sangat ingin terbang. Perlahan Lara mencoba mengepakkan sayap di punggungnya, dengan sekejap ia dapat merasakan kakinya melayang. Sayap itu ternyata kuat mengangkat tubuhnya yang sudah kuyup karena air hujan. Lara yang awalnya kebingungan dengan kemampuan terbangnya, seiring waktu turut senang dapat menjangkau sangkar burung yang biasanya hanya dapat ia amati dari jauh. Penuh percaya diri Lara menelusuri tiap jengkal dengan emosi yang tak mampu ia sampaikan. Lara sekarang sudah bisa terbang bebas. Lara bisa pergi kemanapun yang ia mau. Lara bisa menyusul Untung untuk meminta maaf. Lara tidak harus mendengar cemooh temannya lagi. Lara tidak perlu diceramahi Bunda lagi. Lara, akhirnya sudah tidak lara seperti namanya. 


-March, 9th 2023. Thursday; when the electricity was off.- 

d.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Timur dan Barat

wondering