Postingan

Timur dan Barat

Gambar
titik kelabu di ujung jalan itu menjadi alasan mengapa gema tak segan menyusuri tubuh. kau dilahap kabut beriringan dengan detak di pergelangan kiriku. awal dan akhir kita bagai kereta sore hari yang membawa beban penantian satu pasang mata di tepian kota. tengah kita berliku hingga banyak kata yang tersesat, mencekik leher dan membekap mata. hidupmu penuh lara yang harusnya tak kau hujamkan padaku juga. kau hilang arah dan tujuan. aku merajut benang demi benang, membangun tangga ke langit lepas. kau merangkai kayu demi kayu, membangun peti di bawah tanah. aku mengetuk. satu kali. dua kali. apa yang kau lakukan di rumah tua itu? tiga kali. ragaku sekarat . kau nyalakan api di tengah kegelapan kita. dan aku terkapar, tak sempat meloloskanmu dari kobaran merah hitam itu. manik kita bertemu di sela kemurungan. hanya diam, menunggu waktu kematian sia-sia; aku dan kau . -d, 12:15 a.m.-

Kira Bermuka Dua

Malam itu hitam, tapi putih untuk Kira dan pikirannya. Setiap detik adalah bahagia sekaligus luka yang ia tumpahkan lewat air mata. Kira punya setitik lubang di dalam dirinya yang selalu memancarkan duka entah dari mana. Kira seperti pelangi saat dunia mengelilinginya. Dirangkulnya satu persatu mata dan tawa hingga ia dapat melafalkannya kembali. Kira periang dan pintar. Ia menciptakan dunia penuh bunga dan senandung indah saat matahari tepat di atas kepala. Kira bermuka dua. Kira menyukai semua yang dituturkan padanya, dikecupnya kata-kata itu hingga bagian tajam mereka menghujam dirinya sendiri. Berdarah cukup. Kira suka membayangkan cerita-cerita tentang lara dan membiarkan setiap huruf masuk ke tubuhnya. Menggerogoti dari dada hingga kaki. Menyisakan kepala yang terus berputar searah jarum jam.  Kira berhenti di ujung jalan. Memilih menerima apa yang telah menjadi bagian dirinya. Kira bermuka dua. Kira menunggu bintang jatuh di tubuhnya sembari tertawa dan bergumam, " Aku belu

Lara dan Nama

Gambar
Lara, adalah gadis yang tidak suka dipanggil dengan namanya sendiri. Balkon lantai 13 tempat ia berdiri saat ini menjadi saksi bagaimana kedua manik Lara meratapi hidupnya yang kini sama seperti namanya. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, anak-anak di kelas selalu meneriaki Lara. Tidak ada yang ingin berada di sampingnya karena mereka takut akan ikut bernasib buruk. Lara kerap kali protes dengan Bunda tentang semua yang dilaluinya.  " Susah, nak. Kamu harus pergi ke tempat yang jauh sekali hanya untuk ganti nama. Bunda sibuk, gak bisa nemenin. " Kalimat yang selalu Bunda lontarkan tidak pernah gagal membungkam Lara, dan membuatnya menangis seperti sekarang. Lara baru saja bercerita kepada Bunda mengenai dirinya yang pada hari pertama masuk sekolah menengah atas, sudah membuat keributan hingga kepala sekolah harus turun tangan mengatasinya. Ia difitnah mencuri uang seniornya dan memandang rendah seorang guru yang menengahi mereka tadi. Belum lagi tatapan jijik ia dapatkan da

wondering

Gambar
genggam tangan dan laku mu, menjadi salah dua hal yang harapnya tidak pernah aku dalami. bertemu ia dengan ujung bajuku yang lusuh, menahan diri agar pikir tak melangkah berani lalu tenggelam tanpa tolong. semua yang kau dan aku alami hanya sekilas dari potret anak enam tahun yang bahkan meramu air untuk dirinya sendiri saja belum mampu. kau terbang dengan kereta kudamu, meninggalkan banyak tanya, menyisakan angin dingin yang membuat aku membeku. sudah sampai di mana, kau?  masihkah kau kantongi seribu dua ribu mimpi kita di saku kiri mu? jika iya, maka buang saja. limpahkan mereka ke sungai yang kau lewati. taburkan mereka di atas tanah mati. jangan biarkan hidup kembali. -120122, dey.

Untuk Asa-ku.

Gambar
"Manikmu yang selalu aku nanti, menyambutku malam ini. Ia terlampau indah hingga aku lupa aku siapa, dan, kau siapa. Kita memang dua yang tak akan pernah jadi satu, tapi aku yakin Tuhan tampakkan manik itu kepadaku untuk suatu alasan. Kamu selalu menjadi satu-satunya yang membuat aku i ngi n pu nya mimpi, Sa. Walau tidak per nah percaya aku pada diriku, tapi kamu adalah bukti ya ng  pali ng  nyata atas satu dari sekia n ba nyak mimpi ya ng aku pa njatka n.  Aku selalu ingin tau apapun tentangmu, Asa. Benar-benar apapun. Entah tentang berapa banyak kucing di rumahmu, apa nada alarm pagimu, dimana kamu menyimpan surat-surat dari keluargamu di Jepang, hingga tentang sebahagia apa alam semesta saat kamu lahir ke dunia. Satu-persatu hingga rahasia yang tersisa hanyalah bagaimana perasaanmu terhadap aku. Khusus masalah itu aku tidak ingin tahu. Kamu simpan rapat-rapat saja karena aku tidak siap dengan selamat tinggal. Kamu ada ketika aku jatuh, bangun, dan datar. Kamu selalu memenuhi re

a letter to Jay.

  disclaimer: a short au. " Jay, apa kabar? Udah berapa lama ya aku ga nyapa kamu kaya gini? Terakhir waktu kita naik kereta bareng, ceritanya traveling. Aku masih ingat banget topi yang kamu pake hari itu, warna hitam dengan logo brand kesukaanmu di tengahnya. Kamu juga pake kaos oasis yang kata kamu waktu itu paling nyaman untuk naik kereta siang hari. Sebenarnya aku masih gak paham maksud kamu, tapi kamu ngejelasinnya serius banget jadi aku manggut-manggut aja karena kamu lucu. Ga ada korelasinya tapi yaudahlah ya? Aku ingin ketemu kamu, Jay. Ingin main gunting batu kertas dengan kamu lagi kaya waktu itu. Aku cuma menang sekali, jadi aku hanya bisa menyentil kepalamu satu kali. Kesal sedikit, tapi karena kamu lucu jadi gapapa deh. Ingat ga, Jay, habis itu kita makan es krim? Kamu pesan rasa pisang dan aku cokelat mint. Saat aku tanya kenapa kamu selalu pesan dessert apapun dengan rasa pisang, jawabanmu karena pisang lambangnya bahagia. Jujur sekali lagi aku ga paham, tapi kamu

i wish

i'm a coward. loser. party pooper. and everything bad you could mention. i won't say i'm depressed but that's how it is. it's everywhere i blink and everywhere i breath. it's in my bed, they won't let me up sometimes. it's in the way i reject every offer i got. it's in the way i said that i'm scared to speak up my opinion. it's in the way i compliment my friends. it's in the way i barely posted anything on my instagram. it's in the way i don't clean my room. it's in the way i cut off communication with my highschool friends. it's in the way i laugh the loudest at class. it's everywhere. my friends would say that i'm such a sleepy head and a lazy ass after. "hey let's go out, it's not good staying in your room every single day! we'll look more like pigs." and of course i replied with a no. but they forced me to say yes. in d-day, i would disappear in my room, no lights on, no foods for the whol